PANDEMI Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) adalah pandemi yang disebabkan oleh virus Corona atau Severe Acute Respiratory Syndrome Corona Virus 2 (SARS-CoV-2) yang telah menyebar dan melanda dunia secara global. Data dari Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organisation (WHO) menyebutkan, penyakit Covid-19 dikategorikan sebagai pandemi karena penyakit ini telah menyebar hampir ke seluruh negara (lebih dari 207 negara) di dunia sejak awal dilaporkannya kasus pertama penularan virus corona di Provinsi Wuhan China pada Desember 2019.
Indonesia menjadi salah satu negara yang terdampak pandemi ini sejak awal Maret 2020 dan penyebarannya masih berlangsung hingga saat ini. Perkembangan kasus akibat virus Corona di Indonesia terus mengalami kenaikan yang signiflkan hingga pertengahan Juli ini dan telah berdampak sangat sering terhadap segala aspek maupun sektor kehidupan dalam masyarakat. Secara nasional, pandemi Covid-19 juga dirasakan telah berdampak sangat serius terhadap penyelenggaraan birokrasi pemerintahan. Pandemi ini telah sangat mempengaruhi pengambilan kebijakan-kebijakan pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah juga dituntut untuk terus melakukan berbagai langkah penyesuaian atau adaptasi terhadap perkembangan yang ditimbulkan oleh pandemi ini. Langkah penyesuaian atau adaptasi sangat perlu dilakukan sebagai upaya untuk tetap menjaga terpeliharanya kestabilan perekonomian nasional serta untuk terus menjamin terlaksananya pelayanan birokrasi pemerintahan di berbagai sektor kehidupan terhadap setiap warga negara, meskipun dalam skala yang terbatas.
Pelayanan publik menjadi salah satu sektor yang terdampak secara langsung akibat penyebaran penyakit Covid-19 yang semakin sulit untuk dikendalikan. Pelayanan publik merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan yang menunjukan adanya hak, wewenang, dan kewajiban pemerintah yang sepenuhnya berpihak terhadap kepentingan masyarakat. Pelayanan publik merupakan salah satu wujud penyelenggaraan birokrasi pemerintahan yang bersifat interaktif dan partisipatif. Karenanya, penyelenggaraan pelayanan publik memerlukan proses interaksi dan partisipasi masyarakat.Terdapat kondisi dilematis yang dihadapi oleh sektor pelayanan publik di tengah melandauya pandemi COVID-19. Di satu sisi. penyelenggaraan pelayanan publik memerlukan proses interaksi dan partisipasi masyarakat. Namun di sisi lain, meluasnya pandemi Covid-19 menuntut diterapkannya pembatasan sosial di tengah-tengah masyarakat, baik bagi para ASN itu sendiri maupun bagi masyarakat umum. Konsekuensinya, berbagai kegiatan yang bersifat interaktif dan partisipatif harus dibatasi dan dilakukan secara lebih selektif dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan pencegahan Covid-19.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik menjadi salah satu tonggak penting perlindungan dan jaminan hak warga negara dan penduduk Indonesia dalam mendapatkan pelayanan publik yang baik. Undang-Undang tersebut juga memberikan landasan gerak yang dinamis bagi pemerintah dalam rangka meningkatkan pelayanan publik. Pemerintah diberikan ruang gerak yang memadai untuk melakukan lompatan terobosan sebagai solusi dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik yang lebih mendekatkan dengan harapan masyarakat. Imbauan pemerintah untuk tetap berada di rumah dan pembatasan pemberian pelayanan publik ini membuat masyarakat menjadi kurang nyaman dalam menerima pelayanan publik.
Dengan adanya pembatasan ini, apakah kemudian hak-hak dari masyarakat dalam mendapatkan pelayanan publik menjadi berkurang? Itu merupakan pertanyaan mendasar dari sebagian besar masyarakat. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik sendiri, sebagai dasar dalam penyelenggara pelayanan publik tidak mengatur mengenai pembatasan pelayanan publik, sebagaimana yang diterapkan oleh penyelenggara pelayanan publik di tengah pandemi COVID-19 saat ini. Undang-Undang ini hanya mengatur, bahwa penyelenggara pelayanan publik mempunyai kewajiban untuk memenuhi komponen standar pelayanan minimal, seperti: persyaratan, dasar hukum, sistem mekanisme prosedur, jangka waktu penyelesaian, biaya, produk layanan, dan Iain-lain. Karenanya, vvalaupun ada kebijakan pembatasan pelayanan publik tersebut, namun penyelenggara pelayanan publik tetap harus mematuhi standar pelayanan minimal dengan tetap memperhatikan hak dan kewajiban masing-masing pihak, baik penyelenggara maupun masyarakat. Dengan demikian, walaupun terjadi pembatasan dalam pemberian pelayanan publik, tetapipenyeienggara pelayanan publik, terutama para ASN, masih dapat memberikan pelayanan yang efektif dan prima kepada masyarakat. Di satu sisi, Undang-Undang memberikan jaminan yang sangat luas kepada pemerintah untuk menyelenggarakan pelayanan publik, bahkan untuk melakukan lompatan terobosan sebagai solusi dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan publik yang lebih mendekatkan dengan harapan masyarakat. Namun di sisi lain, penyebaran penyakit Covid-19 yang sedang berlangsung dengan sangat cepat dan semakin masif saat ini justru sangat membatasi ruang gerak pemerintah dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik yang lebih mendekatkan dengan harapan masyarakat.
Penyelenggaraan pelayanan publik yang sepenuhnya berpihak kepada kepentingan masyarakat serta berorientasi pada kepuasan masyarakat juga merupakan amanat reformasi. Karenanya, tidak ada alasan bagi pemerintah untuk ridak menyelenggarakan pelayanan publik yang sepenuhnya berpihak kepada kepentingan masyarakat, serta berorientasi pada kepuasan masyarakat, termasuk pada saat dihadapkan dengan Pandemi Covid-19 yang tengah melanda Indonesia saat ini. Berbagai cara dan upaya dapat dilakukan untuk mengoptimalisasikan fungsi dan peran birokrasi pemerintahan dalam rangka peningkatan pelayanan publik. Pemerintah terus berupaya melakukan perbaikan-perbaikan untuk mengoptimalkan fimgsi dan peran birokrasi pemerintahan dalam rangka peningkatan pelayanan pablik. Diantara dengan melakukan penataan organisasi, penataan manajemen kepegawaian dalam rangka optimalisasi kinerja ASN, optimalisasi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), perbaikan di bidang sarana, dan Iain-bin.
Selain itu, perlu ditekankan pentingnya aspek akuntabilitas, karena aspek akuntabilitas mengisyaratkan supaya pelayanan publik lebih mengutamakan aansparansi dan kesamaan akses. Proses dan harga pelayanan publik juga harus nansparan, dan didukung oleh kepastian prosedur serta waktu pelayanan. Justru di tengah berbagai upaya perbaikan untuk mengoptimalkan fungsi dan peran birokrasi pemerintahan melalui perberdayaan Aparatur Sipil Negara (ASN) dWam rangka penyelenggaraan pelayanan publik, sejak awal bulan Maret 2020, Indonesia malah dilanda oleh pandemi COVID-19. Karenanya, telah dikeluarkan berbagai kebijakan oleh pemerintah pusat dan daerah. Mulai dari membatasi hubungan sosial (social distancing), menghimbau untuk bekerja di rumah (WorkFrom Home/WFH) bagi sebagian besar Aparatur Sipil Negara (ASN), meniadakan kegiatan ibadah, dan meminta masyarakat untuk tetap di rumah serta mengurangi aktivitas ekonomi di luar rumah. Kebijakan tersebut bermaksud baik, namun dampak dari kebijakan tersebut memiliki resiko tinggi, apalagi kebijakan pemerintah bukan hanya terbatas pada social distancing saja, tapi dilanjutkan dengan Physical Distancing, dan juga pemerintah telah menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Penerapan social distancing, physical distancing, dan PSBB mengakibatkan banyak instansi penyelenggara layanan publik yang membatasi layanan yang bersifat interaktif dan partisipatif antara ASN petugas pelayanan dengan masyarakat umum. Instansi penyelenggara pelayanan publik juga mengeluarkan edaran yang pada intinya mengatur penyesuaian sistem kerja di lingkungan kerja masing-masing. Karenanya, pelayanan publik di hampir semua penyelenggara layanan praktis terganggu. Kebutuhan mendesak layanan publik masyarakat, seperti: pengurusan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Surat Izin Mengemudi (SIM), surat-surat tanah, perizinan usaha dan Iain-lain, otomastis terganggu. Pasalnya hampir semua instansi mengeluarkan aturan internal yang mengacu pada surat edaran dari Pemerintah Pusat (Surat Edaran Mendagri, MenpanRB, Menkeu, Menhub, dll.), diantaranya : ASN hanya bisa bekerja dari rumah atau Work From Home (WFH), sehingga tidak ada pelayanan secara langsung (seluruh layanan dengan metode tatap muka dikurangi), juga diberlakukannya Work From Home (WFH).
Di tengah penyesuaian sistem bekerja ini, juga terdengar adanya keluhan-keluhan masyarakat, diantaranya terkait penundaan pelayanan di sejumlah instansi pemerintahan. Keluhan dominan menyangkut penundaan pelayanan di Kantor BPN/ATR (terkait cetak sertifikat, scan warkah, pengukuran rutin, PTSL, redistribusi tanah, reforma agraria dan proda), di Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (pelayanan administrasi kependudukan terkait layanan rekaman KTP, cetak, dan pindah penduduk), pelayanan kesehatan di rumah sakit dan puskesmas, pelayanan kelistrikan, perpajakan, serta perizinan. Dalam perkembangannya, dengan tetap mengacu pada status penyebaran paridemi Covid-19 serta dengan memperhatikan kebutuhan masyarakat, maka beberapa insiansi pemerintahan mulai mengaktifkan penyelenggara pelayanan publik, dikarenakan ada beberapa layanan yang tidak dapat sepenuhnya melakukan WFH, seperti Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil terkait dengan perekamane-KTP, pembayaran pajak kendaraan bermotor maupun perpanjangan SINK di Samsat, dan bidang-bidang lain yang memerlukan kehadiran masyarakat secara langsung. Walaupun melonggarkan penerapan WFH, tetapi tetap memberlakukan pembatasan pelayanan publik dan penerapan protokol kesehatan secara ketat.
Pembatasan yang dilakukan, yaitu dengan mengurangi jumlah antrian yang masuk ke dalam ruangan dan di dalam ruangan, serta pelayanan harus rnengikuti anjuran jarak (physical distancing,). Instansi-instansi pemerintahan juga menginisiasi untuk mengoptimalisasikan layanan online bahkan sampai meniadakan pelayanan sementara. Jelas sistem bekerja di era pandemi COVID-19 ini mengubah cara ASN melayani masyarakat dari pelayanan langsung tatap muka ke pelayanan dalam jaringan atau virtual. Fenomena pembatasan pelayanan publik ini menjadi hal yang menarik di tengah upaya pemerintah untuk untuk mengoptimalkan fungsi dan peran birokrasi pemerintahan dalam rangka penyelenggaraan pelayanan publik. Namun. Optimalisasi pelayanan ke pelayanan dalam jaringan atau virtual juga merupakan cara yang sangat efektif dan inovatif untuk mengoptimalisasikan peran ASN dalam rnenyelenggarakan pelayanan publik. Akhirnya, penyelenggara pelayanan publik pun dituntut menerapkan inovasi-inovasi dalam memberikan pelayanan agar pelayanan menjadi tidak terhambat.
Pelayanan secara online menjadi pilihan oleh beberapa penyelenggara pelayanan publik kepada masyarakat agar pelayanan publik tetap berjalan. Misalnya: PLN yang mengintensifkan pelayanan rnenggunakan sistem online dalam pelayanan penyamburigan baru, perubahan daya, kepengaduan, serta untuk pembayaran listrik melalui ATM atau internet banking. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) juga menghentikan pelaporan secara langsung dan mengarahkan secara online serta memperpanjang masa pelaporan pajak yang seharusnya berakhir pada tanggal 31 Maret 2020 menjadi tanggal 30 April 2020. Demikian halnya dengan proses penerimaan peserta didik baru dari tingkatan PAUD hingga Perguruan Tinggi dilakukan secara online, serta banyak lagi kegiatan-kegiatan pelayanan publik yang dilakukan dengan memanfaatkan fasilitas teknologi informasi dan komunikasi yang dilakukan secara online, walaupun disadari bahwa tidak semua daerah memiliki infrastruktur dan kualitas jaringan internet yang baik.Selain mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan publik, masyarakat juga mempunyai peran dalam mengawasi jalannya pelayanan publik yang diselenggarakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang. Dalam keadaan darurat dan mendesak saat ini yang dikarenakan penyebaran virus COVID-19 yang sangat cepat. Masyarakat mungkin tidak dilibatkan dalam penyusunan standar pelayanan terkait pelayanan publik, akan tetapi masyarakat masih mempunyai peran yang lain, yaitu sebagai pengawas eksternal.
Pengawasan penyelenggaraan pelayanan publik itu dapat dilakukan oleh pengawas internal dan eksternal. Masyarakat sebagai pengawas eksternal dapat melakukan tugas pengawasannya melalui laporan atau pengaduan. Namun, masyarakat tidak bisa menilai atau melakukan pengawasan secara penuh terkait standar layanan, dikarenakan kondisi sekarang masih tidak normal. Pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat ini dilakukan dengan memastikan apakah pembatasan pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara ini masih memenuhi komponen-komponen dalam standar pelayanan. Masyarakatpun dapat mengawasi oknum-oknum ASN yang rnemanfaatkan Pandemi Covid-19 sebagai kesempatan untuk melakukan penyimpangan birokrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik. SELAMAT HUT. KORPRI KE-49 TAHUN 2020.(*)
*) Sekretaris Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Papua Barat dan Alumni MAP-UGM 2007.